Minggu, 19 Oktober 2014

Nilai-nilai dan peranan sosiologo politik



Sosiologi Politik dan Nilai-Nilai
            Dalam materi sosiologi politik, telah didefinisikan sosiologi politik sebagai penyelidikan mengenai kaitan antara masalah-masalah politik dan masyarakat, antara struktur sosial dan struktur politik, dan tingkah laku sosial dengan tingkah laku politik. Dalam memmbahas perkembangan dan pendekatan serta metodenya yang cocok bagi penelitianya, telah di singgung masalah obyektivitas dan studi mengenai nilai-nilai serta ide-ide dalam tingkah laku politik. Tentu hal tersebut merupakan masalah umum yang terdapat pada keseluruhan ilmu sosial sejauh mana para pelaksananya dapat bersikap obyektif dalam penelitianya, dan apakah nilai-nilai merupakan persoalan yang absah bagi mereka khususnya mengenai pendekatan behavioral (mengenai tingkah laku), misalnya ditekankan perlunya orang memisahkan fakta dengan nilai-nilai walaupun hal tersebut tak perlu mengakibatkan nilai-nilai diabaikan.
            Konsep sosialisasi politik dan komunikasi politik seperti yang telah kita definisikan, berkepentingan dengan nilai-nilai yang erat keterlibatan keduanya dengan tingkah laku politik individu. Tidak ada seorangpun yang bertingkah laku terisolasi secara mutlak dari nilai-nilai, walaupun eksistensinya dan mungkin dapat disangkal dalam hal-hal tertentu. Demikian pula, sekumpulan nilai dapat membentuk pola yang kompleks berdasarkan proses pemikiran rasional atau tampak sebagai massa yang kacau balau yang terdiri atas reaksi-reaksi yang kontradiktoris (tidak berhubungan dengan berbagai fenomena). Dalam suatu studi mengenai relasi antara nilai-nilai pribadi dan sikap-sikap politiknya, Brewste Smith menemukan satu korelasi antara memiliki kebebasan sebagai nilai dan keprihatikan terhadap kebijaksanaan politik dari pemerintah uni soviet, akan tetapi ia tidak menemukanpemikiran hubungan pemilikan jaminan ekonomis. Setidak-tidaknya pada tahun 1947, ketika survei ini dilaksanakan, tampaknya sikap-sikap terhadap rusia di Amerika Serikat lebih banyak menyerupai bagian dari sindrom-sindrom totaliter dari pada sindrom ekonomis, Smith juga menemukan bahwa para responden yang menganut kebebasan sebagai nilai pada umumnya mempunyai kepentingan yang luas, dan tampaknya aktif dalam urusan-urusan masyarakat, sedangkan mereka yang menegakkan jaminan ekonomis sebagai nilai, pada umumnya mempunyai kepentingan yang lebih sempit, dan kurang aktif dalam soal kemasyarakatan. Karena itu seorang sosiologi politik berkepentingan sekali dengan nilai-nilai yang di anut seseorang bagaimana mereka memperolehnya dan dengan cara apa mereka mengubahnya. Ini disebabkan karena nilai-nilai itu memegang kunci bagi tingkah laku politik, dan masalah-masalah penyelidikan mengenai nilai-nilai sama sekali tidak menguranggi perhatian mengenai hal itu. Partisipasi politik dan pengrekrutan politik dapat dianalisa dari segi karakteristik sosial dan cirri-ciri lainnya dari pribadi yang terlibat, akan tetapi hal tersebut hanya dapat dijelaskan dari segi-segi yang mereka anut. Terlepas sama sekali dari kemudahan yang relatif untuk memperoleh data mengenai cirri-ciri manusia dibandingkan dengan data nilai-nilainya. Penelitian tentang tingkah laku sosial mengsugestikan, bahwa sering ada kaitan antara ciri-ciri khusus dengan nilai-nilai khusus. Kaitan sedemikian itu tidak perlu bersifat kausal. Ia hanya menggambarkan bahwa individu dengan ciri-ciri tertentu dari pada individu dengan karakteristik yang berbeda. Tentunya mungkin pula, bahwa ciri yang dipersoalkan, apapun juga arti kausalnya, menganjurkan diperolehnya hipotesa yang berguna untuk menjelaskan hubungan tersebut. Mengenai aspek ini, perhatian sosiolog politik pertama-tama menekankan masalah nilai-nilai khusus individu atau nilai-nilai kelompok dari banyak individu.
            Betapapun juga nilai-nilai tersebut dapat dianggap penting selama ia dalam bentuk ideologi karena perkembangan nilai-nilai yang berkaitan dalam pola yang konsisten merupakan kekuatan bagi pembentukan tingkah laku sosial dan lebih khusus lagi bagi pembentukan sikap politik. Tidak hanya ide dan ideologi saja yang dapat mempengaruhi tingkah laku politik, akan tetapi seperti yang dikemukakan oleh Bottomore, setiap konsep dan teori sosiologi mempunyai satu kekuatan ideologis karena pengaruhnya atas pemikiran dan tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
            Dewasa ini, kita lebih mampu mengenal peranan penting dari ideologi dalam perubahan sosial, karena kita mempunyai pengalaman dari prestasi Marxisme, dddi satu pihak sebagai idiologi yang secara kuat sekali membantu terlaksananya industrialisasi yang cepat, dan di pihak lain membantu memperlemah pengaruhkepercayaan tradidional di negara-negar terbelakang seperti india.
            Kedua contoh yang dikemukakan oleh Bottomore memperlihatkan betapa besarnya peranan idiologi, nama-nama sesungguhnya dari banyak partai dan gerakan-gerakan politik merupakan saksi untuk meyakinkan hal tersebut. Tetapi, contoh sesungguhnya tentang partai politik merupakan peringatan bagi kita, bahwa idiologi dan ide itu tidaklah berfungsi dalam satu ruang vakum. Relasi idiologi dan partai politik sifatnya jarang sederhana, idiologi tersebut tidak saja dapat menetap dalam banyak hal, akan tetapi juga seperti partai yang dijadikan sarana, seringkali mengalami perubahan. Perubahan tersebut kadang-kadang sulit diketemukan, bahkan mungkin dapat di sangkal. Jika hal-hal tersebut ditemukan, mungkin peristiwanya diperbesar melampoi proporsi perubahan, seperti konflik-konflik idiologi yang telah memperlihatkan diri dalam bentuk pertentangan periodik antara golongan kiri dan kanan. Dimana terdapat sedikit konflik yang nyata menekankan keterlibatan idiologi, maka menjadi lebih sulit untuk membedakan pengaruh ide-ide tersebut. Bahkan banyak pengamat mengalami kesukaran dalam menemukan setiap perbedaan ideologis antara partai-partai Republik dan Demokrat di Amerika Serikat. Betapapun juga kenyataan sesunggunhnya, partai-partai (dan lembaga-lembaga sosial politik lainya) menuntut adanya kesetiaan terhadap nilai-nilai atau idiologi-idiologi khusus, dan bahwa sebagian dari anggota mereka percaya pada nilai dan idiologi merupakan suatu hal yang penting sekali. Juga telah dipaparkan seperti yang dinyatakan oleh Crick, bahwa :
            Lembaga-lembaga merupakan kerangka dari tingkah laku politik, dan harus dipelajari        sebagai institusionalisasi (kelembagaan) dari gaya-gaya politik khusus serta aspirasi-            aspirasi sosial, ide-ide politik lalu menjadi teori dan doktrin tentang bagaimana            keadaan lembaga dan bagaimana seharusnya lembaga tersebut dijalankan.
            Oleh sebab itulah para sosilog politik berkepentingan dengan relasi antara lembaga-lembaga politik dan nilai-nilai, juga dengan cara bagaimana lembaga tersebut dibentuk oleh nilai-nilai, dan bagaimana nilai-nilai itu dibentuk oleh lembaga-lembaga dalam suatu proses perubahan yang timbal balik. Beberapa hubungan antara lembaga-lembaga politik khusus dengan nilai-nilai, tidaklah sulit untuk ditemukan.  
            Tidak hanya ide dan idiologi saja yang dapat mempengaruhi tingkah laku politik, akan tetapi seperti yang dikemukakan oleh Bottomore setiap konsep dan teori sosiologi mempunyai satu kekuatan idiologis, karena pengaruhnya atas pemikiran dan tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, sosiologi politik tidak terkecuali dan boleh dipersoalkan secara serius apakah mungkin terlaksanya penyelidikan secara obyektif dalam ilmu sosial.
            Bapak pendiri sosiologi politik Marx dan Weber yakin bahwa mereka telah mempraktekan satu ilmu sosial yang bebas nilai, walaupun Weber mengakui pentingnya nilai-nilai. Sejak itu ukuran standar yang dianut oleh para penganjur pendekatan behavioral (tingkah-laku) untuk studi mengenai fenomena sosial. Akan tetapi, kritik-kritiknya belum terjawab secara efektif dan masalahnya lebih diketahui dari pada diabaikan, hal itu sendiri adalah penting, dan kita dapat menyetujui pendapat yang dikemukakan oleh Runciman.
            Jadi Sosiologi poitik yaitu penjelasan tentang penjelasan tentang tingkah laku politik harus bergantung kepada perbendaharaan kata pada suatu jenis posisi filsufi. Hal ini diperoleh langsung dari kenyataan bahwa ilmu pengetahuan sosial mempermasalahkan tindakan, dan bukan peristiwa. Ia tidak menuntut kita untuk membuat semua gagasan mengenai metode ilmiah dalam penyelidikan sosiologis (dan walaupun memang sedemikian halnya) namun keilmuan yang sempurna tidak mungkin bisa tercapai.
Peranan Sosiologi Politik
            Definisi kita tentang sosiologi politik mengemukakan peranan pokonya untuk menjelaskan hubungan antara gejala sosial dan gejala politik. Akan tetapi untuk memenuhi peranan ini perlu kiranya mengembangkan teori dan metode yang akan mengaitkan macam-macam ilmu pengetahuan sosial secara bersamaan terutama ilmu sosiologi dan ilmu politik. Keempat konsep yang telah kita definisikan dan dibahas dalam bab-bab sebelumnya merupakan suatu usaha untuk menyumbang tugas pemgembangan sosilogi politik sebagai kaitan teoritis dan metodologis antara sosiologi dan ilmu politik. Dalam menghadapi setiap konsep, kita telah berusaha mengambil contoh seluas mungkin (sementara itu juga mempertahankan kadar kesinambungan untuk melukiskan bagaimana konsep tersebut saling berkaitan). Tidak hanya untuk mempertunjukan kekayaan bahan yang tersedia dan kebutuhan akan penggarapan secara sistematis saja, tetapi juga untuk memperlihatkan bahwa sosiologi politik tidak mempunyai keterlibatan ideologis dalam dirinya, meskipun sebelumnya ada diskusi kitatentang nilai-nilai. Yang mempengaruhi penggunaan nlai-nilaitersebut adalah pengamat dan karena itu nilai tersebut berbeda dari pengamat yang satu dengan yang lain. Ini juga berarti, bahwa sosiologi politik adalah sama relevannya bagi studi mengenai tingkah laku politik Amerika Serikata atau di Inggris, dengan studi mengenai tingkah laku politik di Ghana atau Indonesia, Rusia atau Cina. Jadi , seperti yang dilakukan oleh sementara pengamat, ada dikemukakan pendapat bahwa sosiologi politik mengandung suatu keterlibatan politik pada nilai-nilai dari lembaga-lembaga demokratis, dan bahwa tugas pokoknya sebagai studi tentang kondisi demokratis sebagai suatu sistem sosial, seperti menempatkan batas-batas yang tak dapat diterima dari sosiologi politik. Sedangkan sosiologi politik telah memberikan keterangan luas mengenai kondisi di mana demokrasi mungkin bisa berkembang
Dan telah banyak berjasa dalam menjelaskan proses  demokrasi. Maka kita percaya, bahwa ada cukup bukti dalam buku ini untuk menyokong pandangan, bahwa sosiologi secara metodologis dapat diterapkan pada setiap studi sistem politik.
            Seberapa jauh kemungkinan berlangsungnya hal ini pada waktu sekarang untuk mempergunakan sosiologi politik pada setiap system politik adalah soal lain lagi. Hal ini disebabkan karena penetapan sosiologi politik sebagai satu pendekatan interdisipliner (ilmu pengetahuan) adalah nyatasebagai proses corrsfertilization (pemupukan silang) yang seimbang antara para sosiolog dan ilmuan politik, lebih banyak merupakan tugas bagi hari-hari mendatang daripada suatu prestasi pada waktu sekarang.
Sumber : Rush, Michael dan Philip Althoff, 1990, Pengantar Sosiologi Politik, , Jakarta : Rajawali

1 komentar: