Sosiologi
Politik dan Nilai-Nilai
Dalam materi sosiologi politik, telah didefinisikan sosiologi politik
sebagai penyelidikan mengenai kaitan antara masalah-masalah politik dan
masyarakat, antara struktur sosial dan struktur politik, dan tingkah laku
sosial dengan tingkah laku politik. Dalam memmbahas perkembangan dan pendekatan
serta metodenya yang cocok bagi penelitianya, telah di singgung masalah
obyektivitas dan studi mengenai nilai-nilai serta ide-ide dalam tingkah laku
politik. Tentu hal tersebut merupakan masalah umum yang terdapat pada
keseluruhan ilmu sosial sejauh mana para pelaksananya dapat bersikap obyektif
dalam penelitianya, dan apakah nilai-nilai merupakan persoalan yang absah bagi
mereka khususnya mengenai pendekatan behavioral (mengenai tingkah laku),
misalnya ditekankan perlunya orang memisahkan fakta dengan nilai-nilai walaupun
hal tersebut tak perlu mengakibatkan nilai-nilai diabaikan.
Konsep sosialisasi
politik dan komunikasi politik seperti yang telah kita definisikan,
berkepentingan dengan nilai-nilai yang erat keterlibatan keduanya dengan
tingkah laku politik individu. Tidak
ada seorangpun yang bertingkah laku terisolasi secara mutlak dari nilai-nilai,
walaupun eksistensinya dan mungkin
dapat disangkal dalam hal-hal tertentu. Demikian pula, sekumpulan nilai dapat
membentuk pola yang kompleks berdasarkan proses pemikiran rasional atau tampak
sebagai massa yang kacau balau yang terdiri atas reaksi-reaksi yang
kontradiktoris (tidak berhubungan dengan berbagai fenomena). Dalam suatu studi
mengenai relasi antara nilai-nilai pribadi dan sikap-sikap politiknya, Brewste
Smith menemukan satu korelasi antara memiliki kebebasan sebagai nilai dan
keprihatikan terhadap kebijaksanaan politik dari pemerintah uni soviet, akan
tetapi ia tidak menemukanpemikiran hubungan pemilikan jaminan ekonomis.
Setidak-tidaknya pada tahun 1947, ketika survei ini dilaksanakan, tampaknya
sikap-sikap terhadap rusia di Amerika Serikat lebih banyak menyerupai bagian
dari sindrom-sindrom totaliter dari pada sindrom ekonomis, Smith juga menemukan
bahwa para responden yang menganut kebebasan sebagai nilai pada umumnya
mempunyai kepentingan yang luas, dan tampaknya aktif dalam urusan-urusan
masyarakat, sedangkan mereka yang menegakkan jaminan ekonomis sebagai nilai,
pada umumnya mempunyai kepentingan yang lebih sempit, dan kurang aktif dalam
soal kemasyarakatan. Karena itu seorang sosiologi politik berkepentingan sekali
dengan nilai-nilai yang di anut seseorang bagaimana mereka memperolehnya dan
dengan cara apa mereka mengubahnya. Ini disebabkan karena nilai-nilai itu
memegang kunci bagi tingkah laku politik, dan masalah-masalah penyelidikan
mengenai nilai-nilai sama sekali tidak menguranggi perhatian mengenai hal itu.
Partisipasi politik dan pengrekrutan politik dapat
dianalisa dari segi karakteristik sosial dan cirri-ciri lainnya dari pribadi
yang terlibat, akan tetapi hal tersebut hanya dapat dijelaskan dari segi-segi
yang mereka anut. Terlepas sama sekali dari kemudahan yang relatif untuk
memperoleh data mengenai cirri-ciri manusia dibandingkan dengan data
nilai-nilainya. Penelitian tentang tingkah laku sosial
mengsugestikan, bahwa sering ada kaitan antara ciri-ciri khusus dengan
nilai-nilai khusus. Kaitan sedemikian itu tidak perlu bersifat kausal. Ia hanya
menggambarkan bahwa individu dengan ciri-ciri tertentu dari pada individu
dengan karakteristik yang berbeda. Tentunya mungkin pula, bahwa ciri yang
dipersoalkan, apapun juga arti kausalnya, menganjurkan diperolehnya hipotesa
yang berguna untuk menjelaskan hubungan tersebut. Mengenai aspek ini, perhatian
sosiolog politik pertama-tama menekankan masalah nilai-nilai khusus individu
atau nilai-nilai kelompok dari banyak individu.
Betapapun juga
nilai-nilai tersebut dapat dianggap penting selama ia dalam bentuk ideologi
karena perkembangan nilai-nilai yang berkaitan dalam pola yang konsisten
merupakan kekuatan bagi pembentukan tingkah laku sosial dan lebih khusus lagi
bagi pembentukan sikap politik. Tidak hanya ide dan ideologi saja yang dapat
mempengaruhi tingkah laku politik, akan tetapi seperti yang dikemukakan oleh
Bottomore, setiap konsep dan teori sosiologi mempunyai satu kekuatan ideologis
karena pengaruhnya atas pemikiran dan tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Dewasa
ini, kita lebih mampu mengenal peranan penting dari ideologi dalam perubahan
sosial, karena kita mempunyai pengalaman dari prestasi Marxisme, dddi satu
pihak sebagai idiologi yang secara kuat sekali membantu terlaksananya
industrialisasi yang cepat, dan di pihak lain membantu memperlemah
pengaruhkepercayaan tradidional di negara-negar terbelakang seperti india.
Kedua
contoh yang dikemukakan oleh Bottomore memperlihatkan betapa besarnya peranan
idiologi, nama-nama sesungguhnya dari banyak partai dan gerakan-gerakan politik
merupakan saksi untuk meyakinkan hal tersebut. Tetapi, contoh sesungguhnya
tentang partai politik merupakan peringatan bagi kita, bahwa idiologi dan ide
itu tidaklah berfungsi dalam satu ruang vakum. Relasi idiologi dan partai
politik sifatnya jarang sederhana, idiologi tersebut tidak saja dapat menetap
dalam banyak hal, akan tetapi juga seperti partai yang dijadikan sarana,
seringkali mengalami perubahan. Perubahan tersebut kadang-kadang sulit
diketemukan, bahkan mungkin dapat di sangkal. Jika hal-hal tersebut ditemukan,
mungkin peristiwanya diperbesar melampoi proporsi perubahan, seperti
konflik-konflik idiologi yang telah memperlihatkan diri dalam bentuk
pertentangan periodik antara golongan kiri dan kanan. Dimana terdapat sedikit
konflik yang nyata menekankan keterlibatan idiologi, maka menjadi lebih sulit
untuk membedakan pengaruh ide-ide tersebut. Bahkan banyak pengamat mengalami
kesukaran dalam menemukan setiap perbedaan ideologis antara partai-partai
Republik dan Demokrat di Amerika Serikat. Betapapun juga kenyataan
sesunggunhnya, partai-partai (dan lembaga-lembaga sosial politik lainya)
menuntut adanya kesetiaan terhadap nilai-nilai atau idiologi-idiologi khusus,
dan bahwa sebagian dari anggota mereka percaya pada nilai dan idiologi
merupakan suatu hal yang penting sekali. Juga telah dipaparkan seperti yang
dinyatakan oleh Crick, bahwa :
Lembaga-lembaga
merupakan kerangka dari tingkah laku politik, dan harus dipelajari sebagai institusionalisasi (kelembagaan)
dari gaya-gaya politik khusus serta aspirasi- aspirasi
sosial, ide-ide politik lalu menjadi teori dan doktrin tentang bagaimana keadaan lembaga dan bagaimana
seharusnya lembaga tersebut dijalankan.
Oleh
sebab itulah para sosilog politik berkepentingan dengan relasi antara
lembaga-lembaga politik dan nilai-nilai, juga dengan cara bagaimana lembaga
tersebut dibentuk oleh nilai-nilai, dan bagaimana nilai-nilai itu dibentuk oleh
lembaga-lembaga dalam suatu proses perubahan yang timbal balik. Beberapa
hubungan antara lembaga-lembaga politik khusus dengan nilai-nilai, tidaklah
sulit untuk ditemukan.
Tidak
hanya ide dan idiologi saja yang dapat mempengaruhi tingkah laku politik, akan
tetapi seperti yang dikemukakan oleh Bottomore setiap konsep dan teori
sosiologi mempunyai satu kekuatan idiologis, karena pengaruhnya atas pemikiran
dan tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, sosiologi
politik tidak terkecuali dan boleh dipersoalkan secara serius apakah mungkin
terlaksanya penyelidikan secara obyektif dalam ilmu sosial.
Bapak
pendiri sosiologi politik Marx dan Weber yakin bahwa mereka telah mempraktekan
satu ilmu sosial yang bebas nilai, walaupun Weber mengakui pentingnya
nilai-nilai. Sejak itu ukuran standar yang dianut oleh para penganjur pendekatan
behavioral (tingkah-laku) untuk studi mengenai fenomena sosial. Akan tetapi,
kritik-kritiknya belum terjawab secara efektif dan masalahnya lebih diketahui
dari pada diabaikan, hal itu sendiri adalah penting, dan kita dapat menyetujui
pendapat yang dikemukakan oleh Runciman.
Jadi
Sosiologi poitik yaitu penjelasan tentang penjelasan tentang tingkah laku
politik harus bergantung kepada perbendaharaan kata pada suatu jenis posisi
filsufi. Hal ini diperoleh langsung dari kenyataan bahwa ilmu pengetahuan
sosial mempermasalahkan tindakan, dan bukan peristiwa. Ia tidak menuntut kita
untuk membuat semua gagasan mengenai metode ilmiah dalam penyelidikan
sosiologis (dan walaupun memang sedemikian halnya) namun keilmuan yang sempurna
tidak mungkin bisa tercapai.
Peranan Sosiologi Politik
Definisi kita tentang
sosiologi politik mengemukakan peranan pokonya untuk menjelaskan hubungan
antara gejala sosial dan gejala politik. Akan tetapi untuk memenuhi peranan ini
perlu kiranya mengembangkan teori dan metode yang akan mengaitkan macam-macam
ilmu pengetahuan sosial secara bersamaan terutama ilmu sosiologi dan ilmu
politik. Keempat konsep yang telah kita definisikan dan dibahas dalam bab-bab
sebelumnya merupakan suatu usaha untuk menyumbang tugas pemgembangan sosilogi
politik sebagai kaitan teoritis dan metodologis antara sosiologi dan ilmu
politik. Dalam menghadapi setiap
konsep, kita telah berusaha mengambil contoh seluas mungkin (sementara itu juga
mempertahankan kadar kesinambungan untuk melukiskan bagaimana konsep tersebut
saling berkaitan). Tidak hanya untuk mempertunjukan kekayaan bahan yang
tersedia dan kebutuhan akan penggarapan secara sistematis saja, tetapi juga
untuk memperlihatkan bahwa sosiologi politik tidak mempunyai keterlibatan
ideologis dalam dirinya, meskipun sebelumnya ada diskusi kitatentang
nilai-nilai. Yang mempengaruhi penggunaan
nlai-nilaitersebut adalah pengamat dan karena itu nilai tersebut berbeda dari
pengamat yang satu dengan yang lain.
Ini juga berarti, bahwa sosiologi politik adalah sama relevannya bagi studi
mengenai tingkah laku politik Amerika Serikata atau di Inggris, dengan studi
mengenai tingkah laku politik di Ghana atau Indonesia, Rusia atau Cina. Jadi ,
seperti yang dilakukan oleh sementara pengamat, ada dikemukakan pendapat bahwa
sosiologi politik mengandung suatu keterlibatan politik pada nilai-nilai dari
lembaga-lembaga demokratis, dan bahwa tugas pokoknya sebagai studi tentang
kondisi demokratis sebagai suatu sistem sosial, seperti menempatkan batas-batas
yang tak dapat diterima dari sosiologi politik. Sedangkan sosiologi politik
telah memberikan keterangan luas mengenai kondisi di mana demokrasi mungkin
bisa berkembang
Dan telah banyak berjasa dalam menjelaskan
proses demokrasi. Maka kita percaya,
bahwa ada cukup bukti dalam buku ini untuk menyokong pandangan, bahwa sosiologi
secara metodologis dapat diterapkan pada setiap studi sistem politik.
Seberapa jauh
kemungkinan berlangsungnya hal ini pada waktu sekarang untuk mempergunakan
sosiologi politik pada setiap system politik adalah soal lain lagi. Hal ini
disebabkan karena penetapan sosiologi politik sebagai satu pendekatan
interdisipliner (ilmu pengetahuan) adalah nyatasebagai proses corrsfertilization (pemupukan silang) yang
seimbang antara para sosiolog dan ilmuan politik, lebih banyak merupakan tugas
bagi hari-hari mendatang daripada suatu prestasi pada waktu sekarang.
Sumber : Rush, Michael dan Philip
Althoff, 1990, Pengantar Sosiologi Politik, , Jakarta : Rajawali
yuk Nonton anime
BalasHapus