Rush dan Althoff
(1997:16) memaknai pendekatan sebagai orientasi khusus atau titik pandangan
tertentu. Misalnya pendekatan historis yang mampu menyajikan satu perspektif
yang diperlukan bagi studi-studi yang sama baik dalam pengertian konstektual
maupun tempoal. Pendekatan ini menjadei basis pemikiran Marx dan Weber dalam
melakukan analisis peristiwa politik dan sosial. Pendekatan lainya adalah
penggunaan data komparatif untuk menstudi gejala-gejala politik dari satu
masyarakat tertentu dipelajari untuk menyoroti fenomena yang sama atau fenomena
yang kontras dari masyarakat lainya. Misalnya hasil studi ostrogorski dan
michels tentang partai politik diterapkan pada studi lingkingan oleh almond
lipset.
Pendekatan
institusional yang merupakan bagian dari pendekatan tradisional oleh banyak
kalangan dikatakan tidak realistis dan tidak memadai lagi dalam studi poliTik,
sebab studi ini hanya menekankan pada faktor-faktorlegal dan konstitusional dan
mengabaikan realitas tingkah laku politik. Sebab itu, pendekatan behavioralisme
berusaha menyingkirkan hal-hal yang dianggap keliru yang terdapat
pendekatan-pendekatan lainya. Pendekatan behavioralisme menekankan individu
sebagai unit dasar dari analisi, perlunya memisahkan fakta dari nilai-nilai dan
membuat generalisasi yang sudah diverifikasikan (Rush dan Althoff 1997 :7).
Behavioralisme lebih banyak menggunakan metode kuantitatif, termasuk penggunaan
survei-survei statistik dan pengumpulan data seperti pada studi tentang ekologi
politik. Bukti-bukti statistik yang didasarkan pada tes-tes tertentu menurut
kaum behavioralisme dapat dijadikan indikasi bagi korelasi atau hubungan baik
yang bersifat kebetulan maupun tidak. Untuk memperkaya hasil-hasil penelitian
statistik, para sosiologi politik menggunakan survei wawancara intensif
(misalnya dengan studi panel, wawancara periodik), studi kasus dan observasi
langsung maupun tidak langsung dalam proses politik. Demikian pula, metode
observasi akan menjadi metode efektif guna memvalidasi hasil kajian wawancara
dan mentode lainya.
Dalam sosiologi
politik, penggunaan teori-teori dan model-model diperlukan pula untuk
memperoleh garis-garis pedoman bagi penelitian dan menyajikan
penjelasan-penjelasan mengenai gejala-gejala yang tengah dipelajari. Rush dan
Althoff (1997:19) memahami teori sebagai perlengkapan yang heuristik untuk
mengorganisasikan segala sesuatu yang diketahui atau segala sesuatu yang diduga
diketahui pada satu waktu tertentu kurang lebih mengenai pertanyaan atau isu
sebagai kesan umum dari bagan pokok gejala termasuk di dalamnya ide-ide
tuntunan mengenai sifat dari unit-unit yang tercakup di dalamnya dan pola dari
kaitan-kaitanya ( Rush dan Althoff 1997: 19)
Salah satu teori yang
dapat dimanfaatkan oleh sosiolgi politik adalah teori sistem. Teori ini memberi
argumentasi bahwa semua gejala sosial merupakan bagian dari pola tingkah laku
yang konsisten, teratur, dapat dilihat dan dibedakan. Salah satu pengajur utama
teori sistem adalah Talcott Persons. Karyanya, yaitu The Sosial Sistem menjadi
basis bagi rangsangan akademik dan perdebatan akademis dalam lapangan ilmu
politik. Teori yang dikembangkan oleh Persons dan kawan-kawan dikenal dengan
pendekatan fungsional terhadap teori sistem. Fungsionalisme-struktural yang
berakar pada teori Persons percaya pada empat fungsi dasar dari sistem politik,
yaitu : penyesuaian, pencapaian tujuan, integrasi dan pemeliharaan sistem
(Varma 2001:288). Masing –masing fungsi dasar menurut Persons dihasilkan oleh
empat sub sistem analisi yaitu: sosial, kultural, personalitas dan organisme
perilaku. Fungsi-fungsi ini dipandang oleh Persons sebagai syarat penting untuk
pemeliharaan tiap masyarakat. Bagi Persons, masyarakat terdiri dari empat
struktur dasar yaitu ekonomi, politik, hukum dan kontrol sosial serta budaya
dan komitmen-komitmen pendorong yang masing-masing berguna untuk menjalankan
salah satu fungsi bagi masyarakat. Keadaan masyarakat pada setiap saat, terjadi
pertukaran-pertukaran diantara sub-sub sistem, misalnya keluaran dari sub
sistem menjadi masukan bagi sub sistem lainya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa setiap sub-sistem bekerja dalam suatu lingkungan yang
mencakup setiap sub-e
Pengembang teori sistem
lainya setelah Persons adalah David Easton. Ia adalah ilmuan pertama yang
mengembangkan kerangka pendekatan analisis sistem dalam kajian ilmu politik
yang tidak hanya sekedar memoles dari antropologi atau sosiologi. Easton
menempatkan sistem politik sebagai satuan dasar analisis dan menekankan
perilaku intra-sistem sebagai bidang kajian utamanya. Pendekatan yang dipilih Easton
lebih bersifat konstruktivis, dalam arti bahwa ia lebih menggatungkan pada
pendekatan sistem analisis dari pada pendekatan keanggotaan sistem. Dalam
prespektif sistem yang terbaur dalam suatu lingkungan dalam pengaruh-pengaruh
yang diungkap oleh sistem politik dan pada giliranya beraksi. Ini berarti bahwa
diluar di balik sistem politik terdapat sistem-sistem lain atau lingkungan baik
fisik, biologis, sosial, psikologis dan sebagainya. Easton mendefinisikan
sistem politik sebagai sistem interaksi dalam tiap masyarakat dimana di
dalamnya alokasi yang mengikat atau yang mengandung otoritas dibuat dan
diimplementasikan (Varma 2001: 275). Pembuatan alokasi yang terlindungi dan
mengandung otoritas yang membedakan sistem politik dari sistem lain baik yang di
dalam maupun yang diluar masyarakat yang membentuk lingkungan bagi sistem
politik.Handoyo, eko. 2008. Sosiologi Politik. Semarang : UNNES PRESS
Nonton drama Mandarin hehee
BalasHapus